MANAJEMEN PERUBAHAN PT VINOTINDO GRAHASARANA

Profile Perusahaan
Pada tahun 1984, sebuah perusahaan manufaktur di bidang interior dan furniture berdiri  dengan nama PT Gema Graha Sarana yang nantinya menjadi cikal bakal berdirinya PT  Vinotindo Grahasarana.
Tahun 1989 PT Vinotindo Grahasarana berdiri sebagai Trading Company, ujung tombak pemasaran PT Gema Graha Sarana, dan juga melakukan kegiatan penjualan sendiri dengan cara memasarkan dan mempromosikan setiap produk kepada setiap orang, pada setiap tempat. Total Package Solution adalah salah satu cara penjualan perusahaan kami yang paling membanggakan.
Di tahun 1998, PT. Vinotindo Grahasarana mengubah strategi bisnisnya, yaitu : melengkapi struktur perusahaan agar menjadi satu unit bisnis yang memiliki divisiproduksi dan divisi pemasaran/penjualan tersendiri. Inti bisnis dari Vinoti adalah manufaktur bidang mass production untuk office chair dan workstation dan sebagai trading company untuk office chair, workstation, dan dilengkapi dengan produk- produktambahan seperti sofa dan lampu-lampu.
Tahun 2000 terjadi restrukturisasi di Vinoti Group. PT. Gema Graha Sarana yang semula bergerak dibidang Interior kontractor dan Manufacturing Job Order Furniture berubah menjadi Interior Contractor saja. Manufacturing Job Order dialihkan ke PT.Vinotindo Grahasarana.
Tahun 2001 terjadi restrukturisasi di Vinoti Group. PT. Vinotindo Grahasarana yang semula bergerak dibidang Manufactur Product untuk Office Furniture Workstation,Office Chair dan Manufactur Job Order Furniture berubah menjadi Manufactur Mass Product untuk Office Furniture Workstation, Office Chair, Residential Furniture.

Pada tahun 2010, perusahaan melakukan improvement sistem manajemen yang mengintegrasikan system manajemen mutu dengan system manajemen keselamatan dan kesehatan kerja dan lingkungan 
(ISO 9001:2008 & OHSAS 18001:2007)
Pasilitas pendukung
Untuk menjamin kelancaran usaha, PT Vinotindo Grahasarana memiliki fasilitas-fasilitas pendukung :
1. Pabrik yang berlokasi di Kawasan Industri Lippo Cikarang Bekasi, di atas    lokasi sekitar 8000 m2.
2. Mesin–mesin produksi dan utility
3.Kendaraan operasional 

Produk yang dihasilkan
PT. Vinotindo Grahasarana menghasilkan produk sebagai berikut:
1.Workstation
2.Chair
3.Wooden office dan Residential Furniture

1. Misi Perusahaan
Pernyataan Misi VIVERE Group & Vinotindo Graha Sarana  : 
Membangun organisasi bisnis kelas dunia yang terus berkembang berdasarkan kompetensi karyawan yang selalu dimutakhirkan, melakukan inovasi serta mewujudkan produk dan jasa bermutu menurut kriteria Pelanggan dalam kenyamanan, kesehatan (ergonomis), dan ramah lingkungan.
Vivere berasal dari bahasa Italia...artinya to live..to be alive...
Vivere adalah sebuah kehidupan
Makna sebuah kehidupan adalah bertumbuh, berkembang, terus menjadi lebih baik, lebih bermutu, lebih kokoh dan lebih besar, untuk kemanfaatan semua yang ada di sekitar dan diri sendiri

2. Visi Perusahaan
Visi Perusahaan adalah“To be The Leader In The Interior and Furniture Business”. Yaitu visi untuk menjadi pelopor terdepan dalam penyediaan produk-produk interior dan furniture.
Perusahaan juga memiliki motto yang dikenal dengan“PEDULI”, yang memiliki penjabaran sebagai berikut:
Pelanggan,mitra yang selalu siap kami bantu
Efesien, dan tepat waktu dalam melayani pelanggan 
Dedikasi, dan kerjasama yang tinggi adalah etos kami 
  Unggul, dan profesional dalam bidang kami 
Lengkap, solusi produk dan layanan kami 
Inovatif, menghasilkan produk baru yang handal dengan proses yang aman dan sehat 
Arti dari motto tersebut adalah sebagai berikut:
1. Menempatkan pelanggan sebagai mitra yang selalu siap kami bantu dan selalu kami bina hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan dengannya.
2. Pencapaian sasaran mutu dan keselamatan & kesehatan kerja dan lingkungan haruslah merupakan hasil dari kerja yang efisien, aman, selamat, sehat, dan tepat waktu.
3. Upaya pencapaian sasaran mutu dan keselamatan & kesehatan kerja dan lingkungan haruslah berlandaskan dedikasi kerja yang tinggi melalui kerjasamayang baik dari seluruh karyawan.
4. Penciptaan sumber daya manusia yang unggul dan profesional melalui pelatihanyang menyeluruh.
5. Kemampuan kami untuk memberi solusi produk dan layanan yang lengkap yangmemuaskan pelanggan.
SHE OC = Safety, Health & Environment Observation Card
Merupakan tindakan pengamatan perilaku orang dan kondisi terhadap keselamatan, kesehatan kerja & Lingkungan. Tindakan pengamatan ini dapat dilakukan oleh siapa saja. Dan tujuannya yaitu:
Melakukan perubahan dari perilaku dan tidak aman menjadi perilaku aman.
Mencegah terjadinya cedera dan penyakit akibat – hubungan kerja.
Melakukan tindakan perbaikan hal – hal yang tidak sesuai dengan aspek keselamatan dan kesehatan dari hasil pengamatan sebelum kecelakaan terjadi.
Nearmiss
Definisi 
Merupakan kejadian yang telah terjadi namun tidak menyebabkan cedera, penyakit akibat kerja atau fatality tetapi mempunyai potensi untuk terjadi cedera, penyakit akibat kerja hingga fatality.
Tujuan 
Melakukan tindakan perbaikan berdasarkan hasil nearmiss yang dilakukan untuk mencegah kejadian major hingga fatality
SHE OC vs Nearmiss
SHE OC
- Menggunakan kartu observasi sebagai media pengamatan 
- Dilakukan oleh siapa saja dan setiap saat 
- Belum ada kejadian yang dapat menyebabkan cedera atau penyakit akibat – hubungan kerja 
- Melakukan perencanaan pengamatan 
Hal – hal yang diamati adalah: Reaksi seseorang,APD,Posisi Orang,Peralatan & Perlengkapan,Prosedur dan Kerapihan,Menitikberatkan pada perubahan perilaku melalui proses coaching,Salah satu item temuan bisa masuk dalam pelaporan 
nearmiss 
- Dikumpulkan tiap akhir bulan 
- Nearmiss menggunakan form pelaporan incident
- Sudah ada kejadian namun tidak ada cedera atau penyakit akibat – hubungan kerja 
- Dilakukan investigasi oleh orang yang terlibat pada kejadian tersebut dan atasannya untuk menemukan root causenya 
- Dilakukan tindakan perbaikan berdasarkan hasil investigasi 
- Nearmiss dilaporkan selambat – lambatnya 12 jam setelah kejadian terjadi.
- Distribusi informasi sebagai lesson learn

Untuk memenuhi atau menjalankan sebuah misi dan visi suatu perusahaan bukan hanya terfokus pada rencana awal saja, namun ditengah berjalannya proses, perubahan-perubahan dalam manajemen tetap harus dilakukan. Dimana banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi bahwa manajemen harus melakukan perubahan seperti contoh berkembangnya teknologi,kebijakan pemerintah dan lain sebagainya.

Related Posts:

PASAR MODAL INDONESIA (Bursa Efek Indonesia)

Meningkatnya pembangunan ekonomi nasional dan meningkatnya hubunga ekonomi, antar Negara, menunjukkan adanya satu rangkaian kegiatan di bidang ekonomi dengan seperangkat pengaturan hukum. Meningkatnya kegiatan di bidang ekonomi berbanding lurus dengan perkembangan dunia pasar modal.
http://rasmankhan.blogspot.co.id/2016/03/makalah-pasar-modal-indonesia.html
Pasar modal merupakan salah satu bagian dari pasar keuangan,disamping pasar uang yang sangat penting peranannya bagi pengembangan dunia usaha sebagai salah satu alternative pembiayaan eksternal oleh perusahaan.Pihak-pihak atau institusi yang terlibat di pasar modal Indonesia tercantum dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 Tentang Pasar Modal atau yang disingkat dengan UUPM. Setiap lembaga yang disebut dalam UUPM diberikan kewenangan.
Bursa efek diberikan kewenangan untuk membuat aturan main dan berhak emlakukan tindakan tertentu sesuai dengan peraturan, seperti melakukan penghentian perdagangan saham perusahaan tertentu..Bursa efek adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual beli efek pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan efek diantara mereka.
Hal inilah yang melatarbelakangi Penulis untuk menulis makalah mengenai Transaksi Efek di Pasar Modal. Agar Penulis dan Pembaca dapat mengetahui dan memahami mekanisme transaksi efek dan juga hal-hal yang berkaitan dengan hal tersebut.

Pengertian Pasar Modal
       Pasar modal merupakan kegiatan yang berhubungan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.
     Pasar modal bertindak sebagai penghubung antara para investor dengan perusahaan ataupun intuisi pemerintahan melalui perdagangan instrumen keuangan jangka panjang seperti Obligasi, Saham, dan lainnya.
Definisi pasar modal sesuai dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM) adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek.
Berdasarkan definisi tersebut, terminologi pasar modal syariah dapat diartikan sebagai kegiatan dalam pasar modal sebagaimana yang diatur dalam UUPM yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Oleh karena itu, pasar modal syariah bukanlah suatu sistem yang terpisah dari sistem pasar modal secara keseluruhan. Secara umum kegiatan Pasar Modal Syariah tidak memiliki perbedaan dengan pasar modal konvensional, namun terdapat beberapa karakteristik khusus Pasar Modal Syariah yaitu bahwa produk dan mekanisme transaksi tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.

Sistem Perdagangan Pasar Modal Indonesia
  1. Sistem perdagangan efek di bursa regular Sistem perdagangan di bursa regular dilaksanakan dalam 2 sistem,yaitu sistem kol dan system terus-menerus.
  2. Sistem perdagangan Efek di Bursa Paralel Sistem perdagangan di bursa parallel dilakukan dengan sistem terus-menerus. Masing –masing pembentuk pasar (market maker) mempunyai papa tulis untuk tawar menawar dengan para pialang dengan membentuk harga saham. Sistem perdagangannya terbagi dalam 5 (lima) periode,dimana setiap periode terdiri dari 15 menit. Pelaksanaannya dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut.

  • Pra-Periode, Perdagangan Adalah masa penyesuaian harga penawaran dan harga pembelian bagi para pembentuk pasar. Periode ini dilaksanakan pukul 08.45-09.00 WIB.
  • Periode Satu, Periode satu ini dilaksanakan berdasarkan daftar harga pedoman pada poin a diatas yang tercatat dilantai informasi dan dilakukan oleh para wakil pembentuk pasar beserta perantara perdagangan efek dan pedagang efek. Periode satu ini dilaksanakan pukul 09.00-09.15 WIB.
  • Periode Dua, Periode dua ini diawali dengan mencatatkan lagi harga penawaran dan harga pembelian baru (bila ada ) pada papan daftar harga di lantai informasi. Periode ini dilaksanakan pukul 09.15-09.30 WIB.
  • Periode Tiga, Periode tiga ini prosedur perdagangannya sama dengan periode dua diatas dan dilaksanakan pukul 09.30-09.45 WIB.
  • Periode Empat, Periode empat ini,prosedur perdagangannya sama dengan periode dua dan tiga serta diakhiri dengan penutupan. Pelaksanaannya pukul 09.45-10.00 WIB.
  • Setiap kali menetapkan harga penawaran dan harga pembelian,pembentukan pasar wajib menyerahkan slip harga tersebut kepada petugas lantai informasi yang membubuhi paraf dan cap dari pembentukan pasar.

Mekanisme Transaksi Efek di Pasar Modal
Penyebutan efek tersebut sesungguhnya berasal dari bahasa Belanda, yaitu effecten, yang berarti “saham, kertas berharga yang diperjualbelikan, efek” 3 Pengertian efek dalam Pasar Modal Indonesia pengaturannya dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Pasar Modal, yang berbunyi sebagai berikut :
Pasal 1
5 Efek adalah surat berharga , yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, Unit Penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivative dari efek.
Sebelum melakukan transaksi, investror harus terlebih dahulu menjadi nasabah di salah satu perusahaan efek yang menjadi anggota bursa. Seperti halnya dalam membuka tabungan di bank, harus ada minimal investasi awal yang ditempatkan. Jumlah deposit yang diwajibkan bervariasi, misalnya ada perusahaan efek yang mewajibkan sebesar Rp.15 juta, ada sebesar Rp.25 juta, dan lain-lain. Namun ada juga perusahaan yang menentukan misalnya 50 persen dari transaksi yang akan dilakukan sebagai deposit. Misalkan seorang nasabah akan bertransaksi sebesar Rp.10 juta maka yang bersangkutan diminta untuk menyetor dana sebesar Rp.5 juta.
Setelah nasabah membuka deposit di sebuah perusahaan efek dan mendapatkan persetujuan dari perusahaan efek tersebut baru dapat dilakukan transaksi saham. Transaksi efek diawali dengan pemesanan (order) untuk harga tertentu. Pesanan tersebut dapat berupa surat maupun melalui telepon yang disampaikan kepada perusahaan efek melalui sales (dealer). Pesan tersebut harus menyebutkan jumlah yang akan dibeli atau dijual dengan menyertakan harga yang ingin diinginkan.

Proses Terbentuknya Harga Saham
Menurut Sharpe (2000), proses terbentuknya harga saham dapat dibedakan menjadi 3, yaitu :
  • Demand to Buy Schedule Investor yang hendak membeli saham akan datang ke pasar saham. Biasanya mereka akan memakai jasa para broker atau pialang saham. Investor dapat memilih saham mana yang akan dibeli dan bisa menetapkan standar harga bagi investor itu sendiri
  • Supply to sell schedule Investor juga dapat menjual saham ke pasar saham. Investor tersebut dapat menetapkan pada harga berapa saham yang mereka miliki akan dilepas ke pasaran. Biasanya harga yang tinggi akan lebih disukai para investor.
  • Interaction of Schedule Pertemuan antara permintaan dan penawaran menciptakan suatu titik temu yang biasa disebut sebagai titik ekuilibrium harga. Pada awalnya perusahaan yang mengeluarkan saham akan menetapkan harga awal untuk sahamnya. Saham tersebut kemudian akan dijual ke pasar untuk diperdagangkan. Saat di pasaran, harga saham tersebut akan berubah karena permintaan dari para investor. Ekspektasi harga yang dimiliki oleh buyer akan mempengaruhi pergerakan harga saham yang pada awalnya telah ditawarkan oleh pihak seller. Saat terjadi pertemuan harga yang ditawarkan oleh seller dan harga yang diminta oleh buyer, maka akan tercipta harga keseimbangan pasar modal.

Cara Berinvestasi di Pasar Modal
         Sebelum berinvestasi di Pasar Modal, investor harus terlebih dahulu membuka rekening di Perusahaan Efek. Faktor-faktor yang harus diperhatikan sebelum memilih Perusahaan Efek:
a.Jika calon investor lebih ingin berinvestasi di saham-saham yang baru ditawarkan di Pasar Perdana, pilihlah Perusahaan Efek yang aktif dalam proses Penjaminan Emisi Saham.
b.Jika calon investor hanya memerlukan jasa yang paling mendasar dari Perusahaan Efek seperti melaksanakan perintah jual dan/atau perintah beli, pilihlan Perusahaan Efek yang dapat memberikan jasa tersebut secara cepat dan akurat.
c.Jika calon investor memerlukan jasa tambahan seperti nasihat dan saran-saran dalam mengambil keputusan investasi, pilihlah Perusahaan Efek yang mempunyai Analis Efek dengan kualifikasi yang baik serta pengalaman yang memadai.

Investor dapat membuka rekening di Perusahaan Efek dengan cara mengisi dokumen-dokumen yang diperlukan. Secara umum, biasanya Perusahaan Efek mewajibkan investor untuk menyetorkan sejumlah dana tertentu sebagai jaminan dalam proses penyelesaian transaksi
Untuk transaksi Saham:
  • Transaksi diawali dengan memberikan perintah jual dan/atau perintah beli ke Perusahaan Efek. Perintah tersebut dapat diberikan melalui telepon atau perintah secara tertulis. Perintah tersebut harus berisikan nama saham, jumlah yang akan dijual dan/atau dibeli, serta berapa harga jual dan/atau harga beli yang diinginkan.
  • Perintah tersebut selanjutkan akan diverifikasi oleh Perusahaan Efek yang bersangkutan.
  • Selanjutnya, perintah tersebut dimasukkan ke dalam sistem perdagangan di Bursa Efek.
  • Semua perintah jual dan/atau perintah beli dari seluruh Perusahaan Efek akan dikumpulkan di Bursa Efek dalam sistem yang disebut JATS (Jakarta Automated Trading System).

Untuk transaksi Obligasi:
  • Transaksi dimulai dengan penempatan kuotasi di sistem perdagangan di BES yang disebut OTC-FIS, sehingga semua kuotasi yang masuk ke dalam sistem dapat dilihat secara langsung (real time) oleh pelaku pasar lainnya.
  • Melalui OTC-FIS, partisipan dapat melihat kuotasi yang paling menarik bagi dirinya.
  • Kemudian, partisipan yang tertarik untuk membeli/menjual dapat menghubungi partisipan yang akan menjual/membeli untuk negosiasi lebih lanjut.[6]


Yang Harus Diperhatikan Bagi Investor
  1. Jangan membeli efek hanya berdasarkan  rayuan lewat telepon, mintalahinformasi lebih lanjut secara tertulis sebelum memutuskan untuk membeli.
  2. Hati-hati terhadap bagian pemasaran dari Perusahaan Efek yang mencoba merayu untuk membuat keputusan investasi baik menjual maupun membeli secara terburu-buru.
  3. Jangan membeli efek berdasarkan berita-berita yang tidak jelas kebenarannya.
  4. Carilah nasihat dari pihak yang berkompeten.
  5. Jangan percaya terhadap pihak yang menjamin dengan pasti akan keuntungan
  6. Periksalah referensi dan latar belakang pihak-pihak yang menawarkan Efek.

Sebelum melakukan transaksi, investror harus terlebih dahulu menjadi nasabah di salah satu perusahaan efek yang menjadi anggota bursa. Setelah nasabah membuka deposit di sebuah perusahaan efek dan mendapatkan persetujuan dari perusahaan efek tersebut baru dapat dilakukan transaksi saham. Transaksi efek diawali dengan pemesanan (order) untuk harga tertentu. Pesanan tersebut dapat berupa surat maupun melalui telepon yang disampaikan kepada perusahaan efek melalui sales (dealer). Pesan tersebut harus menyebutkan jumlah yang akan dibeli atau dijual dengan menyertakan harga yang ingin diinginkan.
Scripless Trading adalah suatu mekanisme perdagangan di pasar modal, dimana saham-saham yang biasanya diperdagangkan dalam bentuk kertas-kertas saham dan dilakukan dalam bentuk manual, maka dengan sistem ini perdagangan ini dilakukan secara elektronik seperti yang ada pada rekening perbankan.
Pasar modal merupakan pasar bagi instrumen finansial jangka panjang (lebih dari satu tahun jatuh temponya). Yang dimaksud instrumen dalam pasar modal ini, yaitu semua surat-surat berharga (sekuritas) yang diperdagangkan di bursa.

Related Posts:

PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 (PPH 25)

Pengertian PPh Pasal 25 
PPh Pasal 25 adalah besarnya angsuran pajak penghasilan dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Wajib Pajak Badan untuk setiap bulan. Angsuran Pajak PPh Pasal 25 dibayarkan setiap bulan paling lambat tanggal 15 bulan berikut, dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak paling lambat tanggal 20 bulan berikut.
Contoh :
Untuk masa pajak Januari 2012, maka angsuran PPh Pasal 25 disetor paling lambat tanggal 15 Pebruari 2012 dan dilaporkan paling lambat tanggal 20 Pebruari 2012. Perhitungan Angsuran  Pajak PPh  Pasal 25 berasal dari SPT Tahunan PPh Orang Pribadi dan SPT Tahunan PPh Badan atau data lainnya sesuai ketentuan yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

http://rasmankhan.blogspot.co.id/2016/03/pajak-penghasilan-pasal-25-pph-25.html


Angsuran PPh Dalam Tahun Berjalan (PPH PASAL 25)
Penghitungan PPh Pasal 25 Secara Umum
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 dalam tahun berjalan sama dengan PPh yang terutang menurut SPT Tahunan PPh tahun pajak yang lalu dikurangi dengan PPh yang telah dipotong/dipungut pihak lain (PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, dan PPh Pasal 23) dan PPh yang terutang di Luar Negeri yang boleh dikreditkan (PPh Pasal 24) dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
Contoh :
Pajak Penghasilan yang terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh tahun 2015
= Rp 50.000.000,-
Dikurangi dengan :
PPh yang dipotong pemberi kerja (PPh Pasal 21) Rp 15.000.000
PPh Pasal 22 Rp 10.000.000
PPh Pasal 23 Rp 2.500.000
Kredit pajak luar negeri (PPh Pasal 24) Rp 7.500.000
Jumlah = Rp 35.000.000

Dasar Perhitungan PPh Pasal 25   = Rp 15.000.000
Besarnya angsuran PPh yang harus dibayar sendiri setiap bulan dalam tahun 2016 adalah :
= Rp 15.000.00/12 = Rp 1.250.000

Contoh :
Apabila PPh pada contoh di atas berkenaan dengan penghasilan untuk bagian tahun pajak yang meliputi 6 bulan dalam tahun 2015, maka besarnya angsuran bulanan yang harus dibayar sendiri setiap bulan dalam tahun 2016 sebesar :
= Rp 15.000.000/6 = Rp 2.500.000
Besarnya PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh adalah sama dengan besarnya angsuran PPh untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu.

Contoh :
Apabila SPT Tahunan PPh tahun 2015 disampaikan pada bulan Maret 2016, maka besarnya angsuran PPh yang harus dibayar wajib pajak untuk bulan Januari dan Februari 2016 adalah sama dengan angsuran bulan Desember 2015, misalnya sebesar Rp 1.000.000
Apabila dalam bulan September 2015 diterbitkan Surat Keputusan pengurangan angsuran PPh menjadi nihil, sehingga angsuran PPh untuk bulan Oktober s.d. Desember 2015 menjadi nihil, maka angsuran PPh untuk bulan Januari dan Februari 2016 juga nihil.
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 apabila dalam tahun berjalan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP). Perubahan angsuran pajak tersebut berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan diterbitkannya surat ketetapan pajak.

Angsuran PPh Pasal 25 dalam hal-hal tertentu
Pada dasarnya besar pembayaran angsuran pajak oleh Wajib pajak sendiri dalam tahun berjalan sedapat mungkin diupayakan mendekati jumlah pajak yang akan terutang pada akhir tahun. Oleh karena itu, berdasarkan ketentuan ini dalam hal-hal tertentu Dirjen, pajak diberikan wewenang untuk melakukan penyesuaian.

Contoh berdasarkan penjelasan Pasal 26 ayat (6) UU PPh

Penghasilan PT X tahun 2009                                                                Rp. 120.000.000
Sisa kerugian tahun sebelumnya yang masih dapat dikompensasikan   Rp. 150.000.000
Sisa kerugian yang belum dikompensasikan tahun 2009                       Rp.   30.000.000
Penghitungan PPh Pasal 25 tahun 2010 adalah :
Penghasilan yang dipakai dasar penghitungan angsuran PPh Pasal 25 :
Rp. 120.000.000 – Rp. 30.000.000                                                        = Rp. 90.000.000
PPh yang terutang : 28% x Rp. 90.000.000                                           = Rp. 25.200.000

Apabila pada tahun 2009 tidak ada PPh yang dipotong atau dipungut oleh pihak lain dan pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 24, besarnya angsuran pajak bulanan PT. X tahun 2010 = 1/12 x Rp.25.200.000 = Rp.2.100.000

Angsuran PPh Pasal 25 bagi WP Tertentu

Menteri Keuangan menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak bagi:
  1. Wajib pajak baru;
  2. Bank, BUMN, BUMD, Wajib pajak masuk bursa dan Wajib pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan harus membuat laporan keuangan berkala
  3. WP orang pribadi pengusaha tertentu dengan tarif paling tinggi 0,75% dari peredaran bruto (Pasal 25 (7) UU PPh)
Angsuran PPh Pasal 25 Wajib pajak orang pribadi yang tidak punya NPWP yang ke Luar Negeri (Fiskal LN). Menurut Peraturan Pemerintah (Pasal 28 (8) UU PPh), ketentuan bagi WPajib pajak Orang pribadi DN yang tidak memiliki NPWP dan telah berusia 21 tahun yang bertolak ke luar negeri wajib membayar pajak (Fiskal LN) berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2010 (Pasal 25 (8a) UU PPh).

Penghitungan Besarnya Angsuran PPh Pasal 25 dalam hal-hal tertentu

Dengan pertimbangan bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 25 ayat (6) UU PPh, Dirjen Pajak telah menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak No.KEP.537/PJ/2000, yang mengatur PPh Pasal 25 dalam hal-hal tertentu, dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. Angsuran PPh Pasal 25 WP Berhak Kompensasi Kerugian. Contoh menghitung PPh Pasal 25 = 1/12 x (Tarif PPh x (Peng. Neto Men.SPT Tahun yang lalu – kompensasi kerugian)-Kredit Pajak (PPh Pasal 21, 22, 23, 24). Dalam hal SPT tahunan PPh tahun pajak yang lalu atau dasar penghitungan lainnya seperti tersebut dalam Pasal 2 ayat (2) KEP.537/PJ/2000 menyatakan rugi (lebih bayar atau nihil), besarnya PPh Pasal 25 adalah nihil (Pasal 2 (3) KEP.537/PJ/2000).
  2. Angsuran PPh Pasal 25 WP Memperoleh Penghasilan Tidak Teratur. Cara menghitung : PPh Pasal 25 = 1/12 x (Tarif PPh x (Penghitungan Neto Menurut SPT Tahunan PPh Tahun Pajak yang lalu-Penghitungan tidak teratur yang dilaporkan dalam SPT tahunan tersebut) – Kredit Pajak (PPh Pasal 21, 22, 23, 24).
  3. Angsuran PPh Pasal 25 WP yang SPT tahunan PPh tahun lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang telah ditentukan (Pasal 4 KEP.537/PJ/2000).
  4. Angsuran PPh Pasal 25 WP yang diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT tahunan PPh. Adalah : PPh Pasal 25 = Penghitungan Angsuran PPh Pasal 25 berdasarkan SPT sementara.
  5. Angsuran PPh Pasal 25 WP Membetulkan Sendiri SPT Tahunan PPh. Adalah : PPh Pasal 25 = penghitungan kembali angsuran PPh pasal 25 berdasarkan SPT pembetulan.
  6. Angsuran PPh Pasal 25 jika terjadi perubahan keadaan usaha/kegiatan WP. Adalah : PPh Pasal 25 = penghitungan kembali angsuran PPh Pasal 25 berdasarkan perkiraan penghasilan yang akan diterima atau diperoleh untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan.
Penghitungan Besarnya Angsuran PPh Pasal 25 WP Baru, Bank, Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi, Wajib pajak BUMN/BUMD, WP OP Pengusaha Tertentu. ( KMK.522/KMK.04/2000, jo.KMK.394/KMK.03/2001, Jo.KMK.84/KMK.03/2002)
  • Angsuran PPh Pasal 25 Untuk Wajib pajak baru
Wajib pajak baru adalah Wajib pajak orang pribadi dan badan yang baru pertama kali memperoleh penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas dalam tehun pajak berjalan (Pasal 1 (1)KMK-84?KMK.03/2002). Cara menghitung:
  1. Wajib pajak badan yang menyelenggarakan pembukuan : PPh Pasal 25 = 1/12 x (Tarif PPh x Ph. Neto sebulan)
  2. Wajib pajak badan yang melakukan pencatatan: PPh Pasal 25 = 1/12 x (Tarif PPh x norma peng. x peredaran/penerimaan bruto sebulan disetahunkan)
  3. Wajib pajak orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan: PPh Pasal 25 = 1/12 x [(Tarif PPh x Peng. neto sebulan disetahunkan) – PTKP]
  4. Wajib pajak orang pribadi yang melakukan pencatatan: PPh Pasal 25 = 1/12 x [(Tarif PPh x norma peng. x peredaran/penerimaan bruto sebulan disetahunkan) – PTKP]
  • Angsuran PPh Pasal 25 untuk WP Bank dan Sewa Guna Usaha dengan Opsi (Financial Lease)
Besarnya angsuran dalah sebesar PPh yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan triwulan terakhir yang disetahunkan dikurangi PPh Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu di bagi 12 (Pasal 3 (1) KMK.522/KMK.04/2000). Cara menghitung:
  1. Wajib pajak Lama bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi: PPh Pasal 25 = 1/12 x [(Tarif PPh x laba/rugi fiskal menurut laopran keuangan per triwulan terakhir disetahunkan) – PPh Pasal 24 tahun pajak lalu]
  2. Wajib pajak baru bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi: PPh Pasal 25 = 1/12 x (Tarif PPh x Perkiraan laba/rugi fiskal triwulan pertama yang disetahunkan).
  3. Angsuran PPh Pasal 25 untuk BUMN dan BUMD, Besarnya adalah sebesar PPh yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun pajak yang bersangkutan yang telah disahkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan PPh Pasal 22 dan Pasal 23 serta PPh Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (Pasal 4 (1) KMK.522/KMK.04/2000) Cara menghitung: Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) telah disahkan: PPh Pasal 25 = 1/12 x [(Tarif PPh x Laba/Rugi Fiskal cfm RKAP tahun pajak yang bersangkutan) – Kredit Pajak (PPh Pasal 22, 23, 24)]
  4. Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) belum disahkan: PPh Pasal 25 = Angsuran PPh Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak sebelumnya.
  • Angsuran PPh Pasal 25 untuk Wajib pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu
  1. Wajib pajak pengusaha tertentu adalah Wajib pajak yang melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangan grosir dan atau eceran barang konsumsi melalui tempat usaha/gerai (outlet) yang tersebar dibeberapa lokasi, tidak termasuk perdagangan kendaraan bermotor dan restoran. (Pasal 1 (2) KMK.84/KMK.03/2002)
  2. Besarnya yaitu yang mempunyai tempat usaha di lebih dari satu pusat perdagangan/pusat perbelanjaan (mal, plaza, dll), ditetapkan sebesar 2% dari jumlah peredaran bruto setiap bulan (Pasal 5 KMK.84/KMK.03/2002)
Perubahan:
Mulai tanggal 1 Januari 2009, berdasarkan Pasal 25 Ayat (7) huruf (c) UU PPh dinyatakan: Wajib pajak OP pengusaha tertentu dengan tarif paling tinggi 0,75% dari peredaran bruto.
Ketentuan Pelaksanaan Pengenaan PPh Pasal 25 bagi Wajib pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (KEP-171/PJ/2002)

Yang mulai berlaku 1 April 2002, dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. Wajib pajak OP Pengusaha Tertentu: adalah Wajib pajak yang melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangan grosir dan atau eceran barang-barang konsumsi melalui tempat usaha/gerai (outlet) yang tersebar dibeberapa lokasi, tidak termasuk perdagangan kendaraan bermotor dan restoran.
  2. Kewajiban: Wajib pajak wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP di Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerja dan di Kantor Pelayanan Pajak tempat tinggal Wajib pajak (KPP domisili); ketentuan juga berlaku dalam hal tempat usaha/gerai (outlet) dan tempat tinggal Wajib pajak yang bersangkutan berada dalam wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak yang sama.
  3. PPh Pasal 25: besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebesar 2% dari jumlah peredaran bruto berdasarkan pembukuan atau pencatatan setiap bulan, yang dibayarkan atas nama dan NPWP masing-masing tempat usaha/gerai (outlet)
  4. Pembayaran PPh Pasal 25 tersebut merupakan: pelunasan pajak penghasilan yang terutang; Kredit Pajak atas PPh yang terutang yang bersifat tidak final.
  5. Perlakuan kompensasi kerugian tahun-tahun sebelumnya.
  6. Wajib SPT Tahunan PPh: Wajib pajak OP pengusaha tertentu wajib menyampaikan SPT tahunan PPh dengan melampirkan daftar jumlah penghasilan dan pembayaran PPh Pasal 25 dari masing-masing tempat usaha/gerai (outlet)
  7. Wajib pajak mendapatkan penghasilan lain
  8. SPT Masa, Surat Setoran Pajak, dan Surat Tagihan.

Related Posts:

PAJAK PENGHASILAN PASAL 24 (PPH 24)

Pengertian PPh Pasal 24
Pengertian PPh Pasal 24 adalah Pajak Penghasilan (PPh) yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri.

http://rasmankhan.blogspot.co.id/2016/03/pajak-penghasilan-pasal-24-pph-24.html

Penggabungan Penghasilan
  1. Accrual Basis , dilakukan dalam tahun pajak diPEROLEHANYA penghasilan tersebut
  2. Cash Basis , dilakukan dalam tahun pajak diTERIMANYA penghasilan tersebut
  3. Penggabungan penghasilan yang berupa dividen (pasal 18 ayat 2 UU PPh) dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan dividen tersebut di tetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan
Jumlah Kredit Pajak
Atas Pajak yang langsung dikenakan pada penghasilan yang diterima WP dari LN
Maksimal sama dengan Pajak yang dibayar di LN Atau tidak melebihi

Penghasilan LN   X   Pajak Terutang
       PKP

Batas Maksimum Kredit Pajak
  1. Jumlah Pajak yang terutang atau dibayar di Luar Negeri
  2. (Penghasilan Luar Negeri : Seluruh Penghasilan Kena Pajak) x PPh atas seluruh yang dikenakan tarif pasal 17.
  3. Jumlah pajak yang terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak (dalam hal penghasilan kena pajak adalah lebih kecil daripada penghasilan luar negeri)
Cara melaksanakan kredit pajak luar negeri
  • Laporan Keuangan dari penghasilan di luar negeri
  • Fotocopi Surat Pemberitahuan Pajak yang  disampaikan   di luar negeri
  • Dokumen pembayaran pajak di luar negeri
Penyampaian permohonan kredit pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri tersebut dilakukan bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan PPh.
Pada dasarnya Wajib Pajak dalam negeri terutang pajak atas seluruh penghasilan, termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri. Untuk meringankan beban pajak ganda yang dapat terjadi karena pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri, maka pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam negeri.
PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang di Indonesia hanyalah pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam tahun pajak yang sama.
Besarnya kredit pajak PPh Pasal 24 adalah sebesar pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh).

Contoh PPh pasal 24 :
Pertanyaan 1
PT Jaya Abadi memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2007 sebagai berikut :
Penghasilan dari luar negeri Rp 5.000.000.000,00 , dengan tarif pajak sebesar 40%.
Penghasilan usaha di Indonesia Rp 1.000.000.000,00. Berapakah batas maksimum kredit pajak?
Jawaban:
jumlah neto adalah :
Rp 5.000.000.000,00 + Rp 1.000.000.000,00= Rp 6.000.000.000,00
Batas maksimum kredit pajak diambil yang terendah dari 3 perhitungan yaitu:
  1. PPh terutang atau dibayar di luar negeri adalah : 40 % x Rp 5.000.000.000,00= Rp 2.000.000.000,00
  2. (Rp 5.000.000.000,00 : Rp 6.000.000.000,00) x Rp 1.680.000.000,00 =Rp   1.400.000.000,00
  3. PPh terutang (menurut tarif pasal 17) = Rp 6.000.000.000 x 28%= Rp 1.680.000.000

Dengan demikian kredit pajak yang diperkenankan adalah pada poin 2 sebesar Rp 1.400.000.000,00

Pertanyaan 2
PT Wijaya Karya memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2009 sebagai berikut:
  • Di negara A, memperoleh penghasilan (laba) Rp 4.000.000.000,00 dengan tarif pajak 35%
  • Di negara B, memperoleh penghasilan (laba) Rp 2.000.000.000,00 dengan tarif pajak 20%
  • Penghasilan di Indonesia Rp 5.000.000.000
Hitunglah kredit pajak luar negeri dari perusahaan Asma Barata !
Jawaban:
  1. Penghasilan luar negeri sebesar Rp 6.000.000.000,00 (dihitung dari negara A dan B)
  2. Penghasilan dalam negeri sebesar Rp 5.000.000.000,00
  3. Jumlah penghasilan neto adalah: Rp 6.000.000.000 + Rp 5.000.000.000 = Rp 11.000.000.000
  4. PPh terutang (pasal 17)       = Rp 11.000.000.000 x 28%  = Rp 3.080.000.000
  5. Batas maksimum kredit pajak untuk masing-masing negara adalah :
  • Untuk negara A (Rp 4.000.000.000 : Rp 11.000.000.000) x Rp 3.080.000.000 = Rp 1.120.000.000, Pajak terutang di negara A adalah Rp 1.400.000.000 maka maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp 1.120.000.000 
  • Untuk negara B (Rp 2.000.000.000 : Rp 11.000.000.000) x Rp 3.080.000.000 = Rp 560.000.000, Pajak terutang di negara B adalah Rp 400.000.000 maka maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp 560.000.000
  • Jumlah kredit pajak luar negeri yan diperkenankan adalah: Rp 1.120.000.000 + Rp 560.000.000 = Rp 1.680.000.000
Pertanyaan 3 :
PT Andira memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2009 adalah sebagai berikut:
  1. Di negara A, memperoleh laba Rp 2.000.000.000 dengan tarif pajak sebesar 35% (Rp 700.000.000)
  2. Di negara B, memperoleh laba Rp 3.000.000.000 dengan tarif pajak 20% (Rp 600.000.000)
  3. Di negara C, menderita kerugian sebesar Rp 4.000.000.000
  4. Penghasilan usaha di Indonesia adalah sebesar Rp 4.000.000.000
Hitunglah kredit pajak luar negeri !
Jawaban:
  1. Penghasilan luar negeri sebesar Rp 5.000.000.000 (dari jumlah penghasilan negara A dan B)
  2. Penghasilan dalam negeri Rp 4.000.000.000
  3. Jumlah penghasilan neto adalah:  Rp 5.000.000.000 + Rp 4.000.000.000 = Rp 9.000.000.000
  4. PPh terutang (pasal 17)       = Rp 9.000.000.000 x 28% = Rp 2.520.000.000
  5. Batas maksimum kredit pajak untuk masing-masing negara adalah:
  • Negara A (Rp 2.000.000.000 : Rp 9.000.000.000) x Rp 2.520.000.000= Rp 560.000.000 
  • Pajak terutang di negara A sebesar Rp 700.000.000, maka maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp 560.000.000 
  • Negara B (Rp 3.000.000.000 : Rp 9.000.000.000) x Rp 2.520.000.000 = Rp 840.000.000
  • pajak terutang di negar B adalah Rp 600.000.000, maka maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp 600.000.000
  • Di negara C dimana PT Andira menderita kerugian, maka kerugian ini tidak dapat dimasukkan dalam pengitingan PKP dan tidak pula dapat dikompensasik sebagai kredit pajak luar negeri.
6. Jumlah kredit pajak luar negeri yang diperkenankan adalah:
Rp 560.000.000 + Rp 600.000.000 = Rp 1.160.000.000

Pertanyaan 4 :
PT Rasman Abadi memperoleh penghasilan neto tahun 2009 sebagai berikut:
  1. Penghasilan luar negeri (tarif pajak 20 %)  =  Rp 1.000.000.000
  2. Penghasilan dalam negeri                            =  Rp 3.000.000.000
  3. Penghasilan luar negeri setelah dikoreksi   =  Rp 2.000.000.000
  4. PPh pasal 25                                                =  Rp    800.000.000
Hitunglah PPh yang masih harus dibayar !
Jawaban:
Penghasilan luar negeri                                   Rp 1.000.000.000
Penghasilan dalam negeri                                Rp 3.000.000.000  +
Penghasilan kena pajak                                = Rp 4.000.000.000

Penghasilan terutang (pasal 17)                   Rp 1.120.000.000
Kredit pjk luar negeri yg diperkenankan     Rp  (200.000.000) -
Harus bayar di Indonesia                         =  Rp    920.000.000
PPh pasal 25                                                 Rp   (800.000.000) -
PPh pasal 29                                             = Rp    120.000.000

Pembetulan SPT
Penghasilan luar negeri                                       Rp 2.000.000.000
Penghasilan luar negeri                                       Rp 3.000.000.000  +
Penghasilan kena pajak                                    = Rp 5.000.000.000

PPh terutang (pasal 17)                                        Rp 1.400.000.000
Kredit pajak luar negeri yg diperkenankan  Rp  (400.000.000) -
Harus dibayar di Indonesia                            = Rp 1.000.000.000
PPh Pasal 25                                                      Rp  (800.000.000)
PPh pasal 29 yang sudah disetor                       Rp (120.000.000)-
Masih harus dibayar                                       = Rp    80.000.000
Trhdp PPh yg masih harus dibayar sebesar Rp 80.000.000 tidak ditagih bunga

Related Posts:

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 (PPH 23)

http://rasmankhan.blogspot.co.id/2016/03/pajak-penghasilan-pasal-23-pph-23.html
Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh 23)
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.
Pemotong dan Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 23
  • Pemotong PPh Pasal 23:
  1. badan pemerintah
  2. Subjek Pajak badan dalam negeri
  3. penyelenggaraan kegiatan
  4. bentuk usaha tetap (BUT)
  5. perwakilan perusahaan luar negeri lainnya
  6. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.
  • Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23:
  1. WP dalam negeri
  2. BUT
Tarif dan Objek PPh Pasal 23
  • 15% dari jumlah bruto atas :
  1. dividen kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan final, bunga, dan royalti
  2. hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh pasal 21.
  • 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.
  • 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi dan jasa konsultan.
  • 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya, yaitu:
  1. Jasa penilai
  2. Jasa Aktuaris
  3. Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan
  4. Jasa perancang
  5. Jasa pengeboran di bidang migas kecuali yang dilakukan oleh BUT
  6. Jasa penunjang di bidang penambangan migas
  7. Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas
  8. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara
  9. Jasa penebangan hutan
  10. Jasa pengolahan limbah
  11. Jasa penyedia tenaga kerja
  12. Jasa perantara dan/atau keagenan
  13. Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan KSEI dan KPEI
  14. Jasa kustodian/penyimpanan-/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI
  15. Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara
  16. Jasa mixing film
  17. Jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan
  18. Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi
  19. Jasa perawatan / pemeliharaan / pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi
  20. Jasa maklon
  21. Jasa penyelidikan dan keamanan
  22. Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer
  23. Jasa pengepakan
  24. Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi
  25. Jasa pembasmian hama
  26. Jasa kebersihan atau cleaning service
  27. Jasa katering atau tata boga.
  • Untuk yang tidak ber-NPWP dipotong 100% ebih tinggi dari tarif PPh Pasal 23
  • Yang dimaksud dengan jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, tidak termasuk:
  1. Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang diabayarkan oleh WP penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa
  2. Pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material (dibuktikan dengan faktur pembelian)
  3. Pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada pihak ketiga(dibuktikan dengan faktur tagihan pihak ketiga disertai dengan perjanjian tertulis)
  4. Pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga (dibuktikan dengan faktur tagihan atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan kepada pihak ketiga). Jumlah bruto tersebut tidak berlaku
  5. Atas penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa katering
  6. Dalam hal penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa, telah dikenakan pajak yang bersifat final;
Penghitungan PPh Pasal 23 terutang menggunakan jumlah bruto tidak termasuk PPN
Dikecualikan dari Pemotongan PPh Pasal 23:
  • Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank
  • Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi
  • Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP dalam negeri, koperasi, BUMN/BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
  1. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan
  2. bagi perseroan terbatas, BUMN/BUMD, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% ( dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor
  3. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif
  4. SHU koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya
  5. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan.
Saat Terutang, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 23
  1. PPh Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran, disediakan untuk dibayar, atau telah jatuh tempo pembayarannya, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.
  2. PPh Pasal 23 disetor oleh Pemotong Pajak paling lambat tanggal sepuluh bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutang pajak.
  3. SPT Masa disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat, paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 23 bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
Bukti Pemotong PPh Pasal 23
Pemotong Pajak harus memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 kepada Wajib Pajak Orang Pribadi atau badan yang telah dipotong PPh Pasal 23.
Contoh perhitungan PPh Pasal 23 :
CV. Rasman Ribut, pada Tanggal 20 September  2016 menyerahkan Jasa berupa service/pemeliharaan AC kepada Bendahara Dinas Kesehatan Kab.Indramayu dengan nilai  Rp.2.200.000,- termasuk PPN.
Penghitungan Pajak PPh Pasal 23 atas Jasa Service AC
Tanggal 20 September Tahun 2012 adalah sebagai berikut :
Nilai Service AC 2.200.000
Objek PPh Pasal 23
(100/110 x 2.200.0000)  2.000.000
PPh Pasal 23
(2 % x 2.000.000) 40.000
Atas Jasa Service AC  tersebut bendahara Dinas Kesehatan Kab.Indramayu mempunyai kewajiban memotong, menyetor dan melaporkan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 2 % dari objek PPh Pasal 23 serta harus memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 23  tersebut kepada CV. Rasman Sejuk
SSP disetor atas nama dan ditandatangani bendahara Dinas Kesehatan Daerah Kab.Indramayu untuk dilampirkan pada SPT Masa PPh Pasal 23 bendahara Dinas Kesehatan Daerah Kab.Indramayu.

Related Posts:

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 (PPH 22)

http://rasmankhan.blogspot.co.id/2016/03/pajak-penghasilan-pasal-22-pph-22.html
Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh:
  1. Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang
  2. Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
  3. Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
Pemungut dan Objek PPh Pasal 22
  1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), atas impor barang
  2. Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb), Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah yang melakukan pembayaran, atas pembelian barang
  3. BUMN/BUMD yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan tersebut pada angka 4;
  4. Bank Indonesia (BI), Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Badan Urusan Logistik (BULOG), PT. Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT. Garuda Indonesia, PT. Indosat, PT. Krakatau Steel, Pertamina dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun dari non APBN
  5. Badan usaha yang bergerak dalam bidang industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri
  6. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas.
  7. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.
  8. Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
Tarif PPh Pasal 22
  • Atas impor 
  1. yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), 2,5% (dua setengah persen) dari nilai impor
  2. yang tidak menggunakan API, 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor
  3. yang tidak dikuasai, 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang.
  • Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah, BUMN/BUMD (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2,3, dan 4) sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian tidak termasuk PPN dan tidak final.
  • Atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 5) ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, yaitu:
  1. Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
  2. Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
  3. Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
  4. Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)
  • Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas Catatan : Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain penyalur/agen bersifat tidak final
  • Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 7) ditetapkan sebesar 2,5 % dari harga pembelian tidak termasuk PPN.
  • Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan API sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a sebesar 0,5% (setengah persen) dari nilai impor.
  • Atas Penjualan
  1. Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp20.000.000.000,
  2. Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp10.000.000.000,
  3. Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 dan luas bangunan lebih dari 500 m2.
  4. Apartemen, kondominium,dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000, dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2.
  5. Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle(suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM.
  • Untuk yang tidak ber-NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 22
Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22
  1. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh, dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas (SKB).
  2. Impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai; dilaksanakan oleh DJBC.
  3. Impor sementara jika waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali, dan dilaksanakan oleh Dirjen BC.
  4. Pembayaran atas pembelian barang oleh pemerintah atau yang lainnya yang jumlahnya paling banyak Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.
  5. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda pos.
  6. Emas batangan yang akan di proses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor, dinyatakan dengan SKB.
  7. Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara.
  8. Impor kembali (re-impor) dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  9. Pembayaran untuk pembelian gabah dan atau beras oleh Bulog.
Saat Terutang dan Pelunasan/Pemungutan PPh Pasal 22
  1. Atas impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk. Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka PPh Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB)
  2. Atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2,3, dan 4 ) terutang dan dipungut pada saat pembayaran
  3. Atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 5) terutang dan dipungut pada saat penjualan
  4. Atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 6) dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order)
  5. Atas pembelian bahan-bahan (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 7) terutang dan dipungut pada saat pembelian.
Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 22
  • PPh Pasal 22 atas impor barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 1) disetor oleh importir dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak, Cukai dan Pabean (SSPCP). PPh Pasal 22 atas impor barang yang dipungut oleh DJBC harus disetor ke bank devisa, atau bank persepsi, atau bendahara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dalam jangka waktu 1 (satu) hari setelah pemungutan pajak dan dilaporkan ke KPP secara mingguan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.
  • PPh Pasal 22 atas impor harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk dan dalam hal Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, PPh Pasal 22 atas impor harus dilunasi saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor. Dilaporkan ke KPP paling lambat tanggal 20 setelah masa pajak berakhir.
  • PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak rekanan ke bank persepsi atau Kantor Pos pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang. Pemungut menerbitkan bukti pungutan rangkap tiga, yaitu :
  1. lembar pertama untuk pembeli
  2. lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan ke Kantor Pelayanan Pajak
  3. lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan, dan dilaporkan ke KPP paling lambat 14 (empat belas ) hari setelah masa pajak berakhir.
  • PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 3) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak penjual ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lama tanggal 10 sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Dilaporkan ke KPP paling lambat tanggal 20 setelah masa pajak berakhir.
  • PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 4 ) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak penjual ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP dan menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
  • PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 5, dan 7 ) dan hasil penjualan barang sangat mewah (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 8) disetor oleh pemungut atas nama wajib pajak ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP. Pemungut menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
  • PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 6) disetor oleh pemungut ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lama tanggal 10(sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Pemungut wajib menerbitkan bukti pemungutan PPh Ps. 22 rangkap 3 yaitu:
  1. lembar pertama untuk pembeli
  2. lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak
  3. lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.
Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa ke KPP setempat paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 22 bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
CV. Rasman Makmur, pada Tanggal 10 Oktober  2016 menjual  Sepeda Motor  kepada Bendahara Dinas Pendapatan Daerah Kab.Banyumas dengan nilai pengadaan  Rp.110.000.000,- termasuk PPN.
Penghitungan Pajak PPh Pasal 22 atas penjualan sepeda motor Tanggal 22 Oktober  Tahun 2016 adalah sebagai berikut :

Nilai Pengadaan 110.000.000

Objek PPh Pasal 22 100.000.000
(100/110 x 110.000.0000)
PPh Pasal 22 1.500.000
(1,5 % x 100.000.000)

Related Posts:

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 (PPH 21)

http://rasmankhan.blogspot.co.id/2016/03/pajak-penghasilan-pasal-21-pph-21.html
Pengertian PPh Pasal 21
PPh Pasal 21 adalah salah satu jenis pelunasan PPh dalam tahun berjalan, melalui pemotongan oleh pihak ketiga (yaitu pemberi kerja/ bendaharawan pemerintah/ dana pensiun/ badan lain/ penyelenggara pemerintah) yang merupakan anjuran pajak yang boleh dikreditkan terhadap PPh yang terutang untuk tahun pajak bersangkutan, kecuali PPh yang bersifat final.
PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) adalah penghasilan yang menjadi batasan tidak kena pajak bagi wajib pajak orang pribadi, dengan kata lain apabila penghasilan neto Wajib Pajak Orang Pribadi jumlahnya dibawah PTKP tidak akan terkena Pajak Wajib Pajak Penghasilan (PPh) pasal 25/29 dan apabila berstatus sebagai pegawai atau penerima penghasilan sebagai objek PPh pasal 21, maka penghasilan tgersebut tidak akan dilakukan pemotongan PPh Pasal 21.
Besarnya PTKP untuk tahun Pajak 2013

  1. Rp. 24.300.000 untuk diri Wajib Pajak Orang Pribadi
  2. Rp. 2.025.000 tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin
  3. Rp. 24.300.000 tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan  Undang-Undang Nomor 36 TAHUN 2008
  4. Rp. 2.025.000 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.

PTKP ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2013 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dalam menjalankan kewajiban PPh Pasal 21 dan PPh Orang Pribadi.
Penerapan PTKP dalam perhitungan PPh Pasal 21 dan PPh orang pribadi tahun 2013 ditentukan oleh keadaan pada awal tahun pajak atau awal bagian tahun pajak.
Contoh :
Tahun 2013 Tn. Sukaryo status kawin anak satu, pada Pebruari tahun 2013 Istri Tn. Sukaryo melahirkan anak. PTKP Tahun 2013 untuk status Tn. Sukaryo adalah Kawin anak 1. Penerapan PTKP Tahun 2013 untuk satu tahun :
PTKP Untuk Laki-laki Tidak Kawin dan Wanita (kawin/tidak kawin) :
STATUS TK/0 TK/1 TK/2 TK/3
Wajib Pajak (Laki-laki tidak kawin & Wanita) 24.300.000 26.325.000 28.350.000 30.375.000

Penjelasan :

  • Status Wanita meskipun sudah kawin tetap mempunyai PTKP tidak kawin kecuali dapat membuktikan bahwa suami tidak bekerja (dari Instansi terkait/kelurahan)
  • TK/0 = Tidak Kawin tidak ada tanggungan ( 24.300.000 )
  • TK/1  = Tidak Kawin memiliki 1 (satu) tanggungan ( 24.300.000 + 2.025.000)
  • TK/2  = Tidak Kawin memiliki 2 (dua) tanggungan ( 24.300.000 + 2.025.000 + 2.025.000)
  • TK/3 = = Tidak Kawin memiliki 3 (tiga) tanggungan ( 24.300.000 + 2.025.000 + 2.025.000 + 2.025.000)
PTKP untuk laki-laki kawin istri tidak bekerja/tidak usaha :
STATUS K/0 K/1 K/2 K/3
Istri Tdk Kerja/ Tdk Usaha 26.325.000 28.350.000 30.375.000 32.400.000
Penjelasan istri tidak bekerja :

  • K/0 = Kawin tidak ada tanggungan ( 24.300.000 + 2.025.000 )
  • K/1 =  Kawin memiliki 1 (satu) tanggungan ( 24.300.000 + 2.025.000+2.025.000)
  • K/2 = Kawin memiliki 2 (dua) tanggungan ( 24.300.000 + 2.025.000+2.025.000+2.025.000)
  • K/3 = Kawin memiliki 3 (tiga) tanggungan ( 24.300.000 + 2.025.000+2.025.000+2.025.000+2.025.000)

PTKP Untuk Laki-Laki Kawin Isteri Bekerja/Usaha
STATUS K/I/0 K/I/1 K/I/2 K/I/3
Istri Kerja/Usaha 50.625.00 52.650.000 54.675.000 56.700.000
Penjelasan istri bekerja pada lebih dari satu pemberi kerja atau usaha :

  • PTKP untuk isteri yang bekerja pada satu pemberi kerja tidak digabung dengan suami, yang digabung dengan PTKP suami hanya yang bekerja pada lebih dari satu pemberi kerja dan/atau isteri yang usaha (penghasilan digabung dengan penghasilan suami)
  • K/I/0 = Kawin Isteri Bekerja/Usaha tidak ada tanggungan ( 24.300.000 + 24.300.000+2.025.000 )
  • K/I/1 = Kawin Isteri Bekerja/Usaha memiliki 1 (satu) tanggungan ( 24.300.000 + 24.300.000+2.025.000+2.025.000)
  • K/I/2 = Kawin Isteri Bekerja/Usaha memiliki 2 (dua) tanggungan ( 24.300.000 +24.300.000+ 2.025.000+2.025.000+2.025.000)
  • K/I/3 = Kawin Isteri Bekerja/Usaha memiliki 3 (tiga) tanggungan ( 24.300.000 + 24.300.000+2.025.000+2.025.000+2.025.000+2.025.000)

Seperti yang telah kita ketahui, mulai bulan Januari 2013, Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) telah berubah. Sekarang untuk Wajib Pajak yang berstatus tidak kawin dan tidak mempunyai tanggungan jumlah PTKP-nya sebesar Rp 24.300.000,00 atau setara dengan Rp 2.025.000,00 per bulan. Dengan adanya perubahan itu, tatacara penghitungan PPh Pasal 21 juga mengalami perubahan. Perubahan itu diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-31/PJ/2012 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.

Kewajiban Melakukan Pemotongan Pajak
Dalam aturan baru tersebut, yang berkewajiban melakukan Pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah pemberi kerja, bendahara atau pemegang kas pemerintah, yang membayarkan gaji, upah dan sejenisnya dalam bentuk apapun sepanjang berkaitan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan; dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun secara berkala dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua; orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar honorarium, komisi atau pembayaran lain dengan kondisi tertentu dan penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi berkenaan dengan suatu kegiatan.
Perhitungan PPh Pasal 21
Penghitungan PPh Pasal 21 menurut aturan yang baru tersebut, dibedakan menjadi 5 macam, yaitu :

  1. PPh Pasal 21 untuk Pegawai tetap dan penerima pensiun berkala;
  2. PPh pasal 21 untuk pegawai  tidak tetap atau tenaga kerja lepas;
  3. PPh pasal 21 bagi anggota dewan pengawas atau dewan komisaris yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap,
  4. penerima imbalan lain yang bersifat tidak teratur,
  5. peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai yang menarik dana pensiun.

Di kesempatan ini akan dipaparkan tentang contoh perhitungan PPh pasal 21 untuk Pegawai Tetap dan Penerima Pensiun Berkala.
Penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap dan penerima pensiun berkala dibedakan menjadi 2 (dua): 

  1. Penghitungan PPh Pasal 21 masa atau bulanan yang rutin dilakukan setiap bulan
  2. Penghitungan kembali yang dilakukan setiap masa pajak Desember (atau masa pajak dimana pegawai berhenti bekerja).

Berikut disampaikan contoh sebagai mana tercantum dalam peraturan tersebut.
Rasman sulaiman pegawai pada perusahaan PT Rakes Jaya, menikah tanpa anak, memperoleh gaji sebulan Rp3.000.000,00. PT Rakes Jaya mengikuti program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing 0,50% dan 0,30% dari gaji. PT Rakes Jaya menanggung iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji sedangkan Budi Karyanto membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari gaji setiap bulan. Disamping itu PT Rakes Jaya juga mengikuti program pensiun untuk pegawainya. PT Rakes Jaya membayar iuran pensiun untuk Rasman sulaiman ke dana pensiun, yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, setiap bulan sebesar Rp100.000,00, sedangkan Budi Karyanto membayar iuran pensiun sebesar Rp50.000,00. Pada bulan Juli 2013 Rasman sulaiman hanya menerima pembayaran berupa gaji.  Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Juli 2013 adalah sebagai berikut:
Gaji 3.000.000,00
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja 15.000,00
Premi Jaminan Kematian 9.000,00
Penghasilan bruto 3.024.000,00
Pengurangan
1. Biaya jabatan
5% x 3.024.000,00 151.200,00
2. Iuran Pensiun 50.000,00
3. Iuran Jaminan Hari Tua 60.000,00
  261.200,00
Penghasilan neto sebulan 2.762.800,00
Penghasilan neto setahun
12x2.762.800,00 33.153.600,00
PTKP
- untuk WP sendiri 24.300.000,00
- tambahan WP kawin   2.025.000,00
  26.325.000,00
Penghasilan Kena Pajak setahun 6.828.600,00
Pembulatan 6.828.000,00
PPh terutang
5%x6.828.000,00 341.400,00
PPh Pasal 21 bulan Juli
341.400,00 : 12 28.450,00
Catatan:
Biaya Jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang dapat dikurangkan dari penghasilan setiap orang yang bekerja sebagai pegawai tetap tanpa memandang mempunyai jabatan ataupun tidak.

Related Posts: