PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB), BPHTB DAN BEA MATERAI



http://rasmankhan.blogspot.co.id/2016/03/makalah-pajak-bumi-dan-bangunan-pbb.html
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB)

Dasar hukum
Dasar hukum pajak bumi dan bangunan adalah undang undang no 12 thn 1985 sebagaimana telah dibandingkan undangan no 12 tahun 1994
Asas
Asas pajak bumi dan bangunan
  1. Memberikan kemudahan dan kesederhanaan
  2. Adanya kepastian hukum
  3. Mudah dimengerti dan adil
  4. Menghindari
Pengertian – pengertian.
Bumi adalah pemukaan dan tubuh bumi yang ada di bwahnya , permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah republik Indonesia.

Bangunan adalah konsturksi teknik yang ditanam atau delekatkan secara tepat pada dan atau perairan

Termasuk dalam pengertian dalam pengertian bangunan adalah:
  • jalan lingkungan dalam satu kesatuan dengan komplek bangunan
  • jalan tol
  • kolam renang
  • pagar mewah
  • tempat olah raga
  • galangan kapal dermaga
  • taman mewah
  • tempat penampungan / kilang minyak ,air dan gas ,pipa minyak
  • fasilitas yang memberikan
surat pemberitahuan objek pajak adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan data ojek menerut ketentuan undang undang pajak pajak bumi dan bangunan

Surat pemberitahuan pajak terhutang adalah surat terutang yang digunakan oleh direktorat jendaral pajak untuk memberitahukan besarnyapajak terutang kepada wajib pajak .direktorat jendaral pajak menerbitkan SPPT berdasar SPOP wajib pajak.

Nilai jual objek pajak adalah harga rata-rata yang diperolh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar ,dan bagaimana tidak terdapat transaksi jual beli,nilai jual objek pajak di tentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis atau nilai jual objek pajak pengganti

Perbandingan harga dengan objek lainya yang sejenis adalah suatu pendekataan metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara membandingkan dengan objek pajak lain yang sejenisnya yang letaknya berdekataan dan fungsinya sama dan telah dikethui harga jualnya

Nilai perolehan baru ,adalah suatu pendekataan / metode penentuan suatu pendekatan objek pajak dengan cara menghitung seluruh biayanya seluruh biayanya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek tersebut pada saat penilaian dilakuakan ,yang dikurangi dengan penyusutan berdasarkan kondisi fisik objek tersebut
Nilai jual pengganto adalah suatu pendekatan /metode penentuan nilai jual suatu objek pajak yang berdasarkan pada hasil produksi objek pajak tersebut
Besarnya NJOP ditentuakan berdasarkan klasifikasi
  1. objek pajak sector pedesaan dan perkotaan
  2. objek pajak sector perkebunan
  3. objek pajak sector kehutanan atas dasar pengusahaan hutan ,hak pengusahaan hasil hutan izin permanfaatan kayu serta izin sahnya lainya hak pengusaha hutan tanaman industri
  4. objek ajak sector kehutanan atas hak pengusahaan hutan tanaman industri
  5. objek pajak sector pertambangan minyak dan gas bumi
  6. objek pajak sector pertambangan energi panas bumi
  7. objek pajak sektir pertambangn non migas sebelu pertambangan energi panas bumi dan galian C
  8. objek pajak sector pertambangan non migas galian C
  9. objek pajak sector pertambangan dan dikelola berdasarkan kontrak karya atau kontrak kerjasama
  10. objek pajak usaha bidang perikanan laut
  11. objek pajak usaha bidang perikaanan darat
  12. objek pajak yang bersifat khusus
Objek Pajak
  1. yang menjadi objek pajak adalah bumi dan bangunan
  2. yang dimaksud dengan klasifikasi bumi dan bangunan adalah pengelompokan bumi bangunan menurut nilai jualnya dan digunakan sebagai pedoman serta untuk memudahkan penghitungan pajak yang terutang.
Dalam menentukan klasifikasi bumi/tanah diperhatikan faktor faktor sebagai berikut :
  • Letak
  • Peruntukan
  • Pemanfaatan
  • Kondisi lingkungan dan lain lain
Dalam menentukan klasifikasi bangunan di perhatikan faktor-faktor sebagai berikut:
  • Bahan yang digunakan
  • Rekayasa
  • Letak
  • Kondisi lingkungan dan lain lain
Pengecualian Objek Pajak
Objek pajak yang tidak dikenakan pakak bumi dan bangunn adalah objek pajak yang digunakan semata mata untuk melayani kepentingan umum dan tidak mencari keuntungan ,antara lain :
  • dibidang ibadah contoh: masjid,gereja,vihara
  • dibidang kesehatan contoh: rumahsakit
  • dibidang pendidikn contok madrasah ,pesantren
  • dibidang social contoh: panti asuhan
  • dibdang keudayaan nasional contoh :museum ,candi, digunakan untuk kuburan ,peninggalan purbakala atau yang sejenisnya dengan ini.
  • merupakan hutan lindung ,hutan suaka alam hutan wisaata ,taman nasional tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak.
  • digunakan oleh perwakilan diplomatic ,konsulat berdasarkan asas perlakuan timbale balik
  • digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan mentri keuangan.
Objek pajak yang digunakan oleh Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan ,penentuan mengenai pengenaan pajaknya di atur oleh lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Yang dimaksud dengan objek pajak adalah Objek Pajak yang diimiliki digunakan oleh pemerintahan daerah dalam penyelenggaraan pemerintahaan .
Pajak bumi dan bangunan adalah pajak Negara yang sebagian besar penerimaanya merupakan pendapatan yang antara lain dipergunakan untuk penyediaan fasilitas yang juga dinikmati oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah .Oleh sebab itu wajar Pemerintah pusat juga ikut membiyayai penyediaan fasilitas tersebut melalui pembayaran paajak bumi dan bangunan.

Mengenai bumi dan bangunan milik seseorang dan atau bukan yang digunakan oleh Negara , Kewajibanperpajakannya tergantung pada perjanjian yang diadakan.

Subjek Pajak
  1. Yang menjadi subjek pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas buni dan atau memperoleh manfaat atas bumi dan atau memiliki menguasai dan memeroleh manfaat atas bangunan dengan demikian tanda pembayaran /pelunasaan pajak bukan merupakan bukti pemilikan hak.
  2. Subjek pajak dimaksud dalam no1 yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi wajib pajak.
  3. Dalam hal atas suatu objek pajak belum jelas diketahui wajib pajaknya ,direktur jendral pajak memnetapkan sebagaimana masik no.1 sebagai wajib pajak.
  4. Subjek pajak ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam no.3 dapat memberikan keterangan secara tertulis keapda direktur jendral pajak bahwa ia bukan wajib pajak terhadap objek pajak dimaksud.
  5. Bila keterangan yang diajukan oleh wajib pajak dalam no 4 disetujui maka direktur jendral pajak membatalkan penetapan sebagai wajib pajak sebagaimana dalam no.3 dalam jangka waktu satu bulan sejak diterimanya surat keterangan yang dimaksud.
  6. Bila keterangan yang diajukan itu tidak disetujui ,makadirektur jendral pajak mengeluarkan surat keputusan penolakan dengan disertai alasan-alasam
  7. Apabila setelah jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya keterangan sebgaimana dalam no. 4 direktur jendral pajak tidak memberikan keputusan maka keterangan yang di aujukan itu dianggap disetujuai
Tarif Pajak
Tarif pajak yang dikenakan objek pajak adalah sebesar 0,5 %

Dasar Pengenaan Pajak
  1. Dasar pengenaan pajak adalah nilai jual objek ajak
  2. Besarnya nilai jual objek pajak ditetapkan setiap tiga tahun oleh kepala kantor wilayah direktorat jendral pajak atas nama mentri keuangan dengan mempertbangkan pendapat gubernur /bupati /walikota daerah setempat.
  3. Dasar penghitungan pajak adalah yang di tetapkan serendah rendahnya 20%
  4. Besar presentase ditetapkan dengan peaturan pemerintah dengan memperhatikan kondisi ekonomi nasional.
Pada dasarnya penetapan Nilai Jual Objek Kena Pajak adalah 3 tahun sekali namun demikian untuk daerah –daerah tertentu yang karena perkembangan pembangunan mengakibatkan kenaikan nilai objek kena pajak cukup besar ,maka penetapan nilai jual ditetapkan setahun sekali.
Dalam menetapkan nilai jual ,Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak atas nama Menteri Keuangan dengan mempertimbangkan pendapat gubernur/bupati/walikota setempat serta memperhatikan asas self assement yang dimaksud adalah nilai jual yang di pergunakan sebagai dasar penghitung pajak ,yaitu suatu presentase tertentu dari nilai jual sebenarnya.

Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) , Surat Pemberitahuan Pajak  Terhutang (SPPT) ,dan Surat Ketetapan Pajak (SKP).
  • Dalam rangka pendapatan subjek pajak wajib mendaftarkan objek pajaknya dengan mengisi SPOP.
  • Dalam rangka pajak akan diberikan SPOP untuk diisi dan dikembalikan kepada direktorat jendral pajak .wajib pajak yang pernah dikenakan IPEDA tidak wajib mendaftarkan objek pajaknya kecuali kalu ia menerima SPOP,maka dia wajib mengisinya dan mengembalikanya kepada direktorat jendral pajak.
  • SPOP harus diisi dengan jelas ,benar lengkap dan tepat waktu serta di tanda tangani dan disampaikan kepada dirjen pajak yang wilayanhnya kerjanya meliputi letak objek pajak selambat-lambatnya 30 hari setelah tanggal diterimanya SPOP oleh subjek pajak
  • Dirjen pajak akan menerbitkan SPPPT berdasasrkan SPOP yang diterimanya SPPPT diterbitkan antara SPOP ,namun untuk membantu wajib pajak SPPT data diterbitkan berdasarkan data objek pajak yang telah ada pada direkotorat jendral pajak.
  • Direktur jendral pajak dapat mengeluarkan surat ketetapan pajak dalam hal hal sebagai berikut :
  1. apabila SPOP tidak disampaikan dan setelaj ditegur secara tertulis tidak disampaikan sebagaimna deitentikan dalmsurat teguran 
  2. apa bila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternya julah pajak yang terutang lebih besar dari jumlah pajak dalam SPPT yang dihitung berddasarkan SPOP yang disampaikan oleh wajib pajak
  • Jumlah pajak yang terutang dalam SKP sebgaimana dimaksud dalam no 4 huruf a adalah pokok pajak ditambah dengan denda administrasi sebesar 25 % dihitung dari pokok pajak ,sanksi administrasiyang dikenakan terhadap wajib pajak yang tidak menyampaikan SPOP ,dikenakan suatu sebgai tambahan terhadap pokok pajak yaitu sebesar 25% dari pook pajak,skp ini berdasarkan data yang ada pada direktoran jendral pajak memuat penetapan objek pajak dan esarnya pajak yang terutang beserta denda administrasi yang dikenakan keada wajib pajak
BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
( BPHTB )

Pengertian Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan / BPHTB
BPHTB atau bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan perolehan hak atas tanah dan bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya atau dimilikinya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang perseorangan pribadi atau badan. Objek pajak BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan.
DPP / Dasar pengenaan Pajak BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Bajak atau disingkat menjadi NPOP. NPOP dapat berbentuk harga transaksi dan nilai pasar. Jika nilai NPOP tidak diketahui atau lebih kecil dari NJOP PBB, maka NJOP PBB dapat dipakai sebagai dasar pengenaan pajak BPHTB.
BPHTB yaitu merupakan pajak yang harus dibayar akibat perolehan hak atas tanah dan bangunan meliputi hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun dan hak pengelolaan.

Proses Pembayaran BPHTB

BPHTB harus dibayar apabila melakukan salah satu hal berikut di bawah ini :
  1. Akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan ditandatangani oleh PPAT atau Notaris.
  2. Risalah lelang untuk pembelian telah ditandatangani oleh Kepala Kantor Lelang atau Pejabat Lelang yang berwenang.
  3. Dilakukannya pendaftaran hak oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten atau Kotamadya dalam hal pemberian hak baru atau pemindahan hak karena pelaksanaan putusan hakim dan hibah wasiat.
Intinya adalah terjadi pemindahan hak karena jual beli, tukar-menukar, hibah, hibah wasiat, hadiah, warisan / waris dan pemberian hak baru karena adanya kelanjutan pelepasan hak dan di luar pelepasan hak. Sedangkan bentuk pengalihan yang tidak kena BPHTB adalah seperti pengalihan atau perubahan hak dan perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama, wakaf atau digunakan untuk kepentingan ibadah.

Subjek dan Objek BPHTB
Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Subjek BPHTB yang dikenakan kewajiban membayar BPHTB menurut perundang-undangan perpajakan yang menjadi Wajib Pajak. Objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan (disengaja) atau peristiwa hukum (otomatis / tidak disengaja) yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan. Contoh peristiwa hukum adalah warisan karena pemilik meninggal dunia.
Perolehan hak pada dasarnya ada dua : yaitu pemindahan hak dan perolehan hak baru. Pemindahan hak berarti sebelum memperoleh hak, hak atas tanah dan atau bangunan tersebut sebelumnya sudah ada di “orang” lain. Karena perbuatan atau peristiwa tertentu, haknya berpindah kepada subjek hukum A ke subjek hukum ke B. Sedangkan perolehan hak baru biasanya berasal dari tanah negara kemudian diperoleh subjek pajak. Atau konversi hak, contohnya, dari hak adat menjadi hak milik.

Hak atas tanah yang menjadi objek BPHTB adalah :
  • hak milik, yaitu hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang pribadi atau badan-badan hukum tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah
  • hak guna usaha (HGU), yaitu hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dalam jangka waktu sebagaimana yang ditentukan oleh perundang-undangan yang berlaku
  • hak guna bangunan (HGB), yaitu hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu yang ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.
  • hak pakai, yaitu hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  • hak milik atas satuan rumah susun, yaitu hak milik atas satuan yang bersifat perseorangan dan terpisah. Hak milik atas satuan rumah susun meliputi juga hak atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama yang semuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan satuan yang bersangkutan.
  • hak pengelolaan, yaitu hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya, antara lain, berupa perencanaan peruntukan dan penggunaan tanah, penggunaan tanah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, penyerahan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga.
Dasar pengenaan BPHTB 
Dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP)
  1. jual beli adalah harga transaksi
  2. tukar-menukar adalah nilai pasar
  3. hibah adalah nilai pasar
  4. hibah wasiat adalah nilai pasar
  5. waris adalah nilai pasar
  6. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai pasar
  7. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar
  8. peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap adalah nilai pasar
  9. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah nilai pasar
  10. pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak adalah nilai pasar
  11. penggabungan usaha adalah nilai pasar
  12. peleburan usaha adalah nilai pasar
  13. pemekaran usaha adalah nilai pasar
  14. hadiah adalah nilai pasar;
Besarnya Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
  • Tarif BPHTB adalah sebesar 5% dari Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak.
  • Nilai perolehan objek pajak atau NPOP tidak kena pajak ditetapkan sebesar Rp. 60.000.000 (tiga puluh juta rupiah) yang sewaktu-waktu besarnya dapat dirubah oleh peraturan pemerintah. Sedangkan khusus untuk perolehan karena hak waris dalam satu dahar, sedarah atau keturunan garis lurus satu derajat ke atas atau ke bawah dengan pemberian hibah termasuk istri atau suami NJOPTKP atau Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak adalah sebesar Rp. 300.000.000.
  • Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) adalah nilai perolehan objek pajak (NPOP) dikurangi dengan nilai perolehan onjek pajak tidak kena pajak.
  • Besar pajak terutang BPHTB adalah didapat dengan cara mengalikan tarif pajak dengan nilai perolehan onjek pajak kena pajak (NPOPKP).
Cara menghitung BPHTB
Besarnya pajak yang terutang : 5 % X Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak contoh : Pada tanggal 2 Juli 2016, Wajib Pajak "A" membeli tanah dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Rp 22.000.000,00 Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak Rp 30.000.000,00. Karena Nilai Perolehan Objek Pajak berada di bawah Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak, Maka perolehan hak atas tanah tersebut tidak dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Pada tanggal 1 Agustus 2016 membeli tanah dengan : Nilai Perolehan Objek Pajak Rp 50.000.000,00 Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak Rp 30.000.000,00 Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak Rp 20.000.000,00 Pajak yang terutang : 5 % x Rp 20.000.000,00 = Rp 1.000.000,00

Tata Cara Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan / BPHTB
  • Wajib pajak membayar pajak BPHTB yang terutang tidak didasarkan pada surat ketetapan pajak atau SKP, melainkan dengan cara menghitung dan membayar sendiri pajak terutang dengan mengisi Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan atau disingkat SSB.
  • Pajak yang terutang dapat dibayar di Bank pemerintah, Bank DKI dan juga Kantor Pos di wilayah Kotamadya yang meliputi letak tanah dan atau bangunan dengan SSB. Tempat terutang pajak adalah di wilayah kabupaten, kota atau propinsi yang meliputi letak tanah dan bangunan.
  • SSB dapat diperoleh di Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan / KP PBB / KPBB yang adal di wilayah DKI Jakarta, PPAT, Notaris, Kantor Lelang dan Kantor Pertanahan serta Kantor Bank Pemerintah, Bank DKI dan Kantor Pos. Pembayaran BPHTB dapat dilakukan tanpa menunggu diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak / SKP.
  • SKP atau Surat Ketetapan Pajak adalah dokumen yang menjelaskan jumlah pajak yang kurang atau lebih bayar yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak setelah adanya pemeriksaan. SKP BPHTB disingkat menjadi SKB (Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan). SKB dapat dikeluarkan dalam jangka lima tahun semenjak saat terutang BPHTB. SKB dapat berupa SKBKB untuk yang kurang bayar, SKBLB untuk yang lebih bayar dan SKBN untuk yang nihil atau nol bayar.
Sanksi Tidak Membayar Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan / BPHTB
Apabila WP diketahui kurang bayar BPHTB maka Dirjen Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan BPHTB (SKBKB) beserta denda sebesar 2% perbulan untuk jangka waktu maksimal 24 bulan dihitung mulai saat terhutang pajak sampai diterbitkan SKBKB. Dirjen Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan BPHTB kurang Bayar (SKBKBT) jika ditemukan data baru atau data yang sebelumnya tidak terungkap yang mengakibatkan menambahnya jumlah pajak terutang setelah SKBKB terbit, maka dapat dikenakan denda sanksi administrasi sebesar 100% dari kekurangan pajak tersebut kecuali WP melaporkan sendiri sebelum adanya tindakan pemeriksaan.

BEA MATERAI

Dasar hukum
Dasar hukum pengenaan Bea Materai adalah undang undang no 123 tahun 1985 atau disebut juga undang undang bea materai.Undang-undang ini berlaku sejak tanggal 1 januari 1986 .Selain itu untuk mengatur pelaksanaanya ,telah dikeluarkan peraturan pemerintah no 7 tahun 1995 sebagaimanya telah diubah dengan peraturan pemerintah no. 24 tahun 2000 tentang perubahan tarif  bea materai dan besarnya batas pengenaan harga normal yang dikenakan bea materai.

Sebab sebab di keluarkanya UUno . 13 tahun 1985 tentang bea materai
  1. agar lebih sempurna dan disederhanakan
  2. lebih mudah dilaksanakan karena hanya mengenal 1 jenis bea materai tetap
  3. objek lebih luas.
Prinsip umum pemungutan atau pengenaan bea materai :
  1. bea materai dikenakan atas dokumen
  2. satu dokumen hanya terhutang satu bea materai3 rangkap /tindasan terutang bea materai sama dengan aslinya.
Pengertian Bea Materai.
  • Bea Materai adalah pajak atas dokumen dokumen yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud perbuatan ,keadaan atau kenyataan seseorang dan atau pihak-pihak yang berkepentingan.
  • Benda materai adalah materai tempel dan kertas materi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia.
  • Tanda tangan adalah tanda tangan sebagaimana lazimnya di pergunakan termasuk paraf ,teraan atau cap tanda tangan atau cap paraf, terapan cap nama atau tanda lainya sebagai pengganti tanda tangan.
  • Pemeteraian Kemudian adalah suatu cara pelunasaan bea materai yang di lakukan oleh pejabat pos atas permintaan pemegang dokumen yang bea materainya belum dilunasi sebagai mana mestinya.
  • Pejabat ma pos adalah pejabat PT. pos dan giro yang diserahi tugas melayani permintaan Pemeteraian Kemudian.
Tarif Bea Materai
Tarif Bea Materai Rp 6000 dikenakan diatas dokumen :
  1. surat perjanjian dan surat surat lainya yang dibuat dengan tujuan digunakan sebagai mana alat pembuktian mengenai perbuatan kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata.
  2. akta akta termasuk salinannya
  3. akta akta yang dibuat pejabat pembuat akta tanah termasuk rangkap rangkapannya
  4. surat yang memuat jumlah yang mempunyai harga nominal lebih dari RP 1,000,000 (satu juta rupiah) yang menyebutkan pnerimaan uangyang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di bank yang berisi pemberitahuan.
  5. surat surat berharga seperti :weel promes dan aksep yang berharga nominalnya lebih dari 1.000.000,-
  6. dengan nama dan dalam bentuk apapun sepanjang harga nominalnya lebih dari 1.000.000
  7. dokumen dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan.
  8. surat surat biasa dan surat sur kerumah tanggan
  9. surat surat yang semula tidak dikenakan bea materai berdasarkan tujuanya jika digunaan untuk tujuan lain atau atau digunakan untuk orang lain, di maksud semula.
Tarif Bea Materai RP 3000 diatas dokumen
  1. surat yang memuat jumlah uang yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp 250.000. tetapi tidak lebih dari 1.000.000 (satu juta rupiah) yang menyebutkan penerimaan uang.
  2. Yang menyatan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di bank
  3. Yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank
  4. Yang berisi pengakuan bahwa hutang uang sebagian atau seluruhnya telah dilunasi.
  5. surat surat berharga seperti:wewl ,promes dan aksep yang harga nominalnya lebih dari 250.000 tetapi tidak lebih dari 1.000.000
  6. efek dengan nama dalam bentuk apapun sepanjang harga nominalnya leih dari RP 250.000 tetapi tidak lebih RP 1.000.000
  7. cek dan bilyet giro dengan harga nominal berapa pun.

Apabila suatu dokumen mempunyai nominal tidak lebih dari Rp 250.000,- maka atas dokumen tersebut tidak terutang bea materai / tidak dikenakan bea materai.

Yang tidak dikenakan bea materai dokumen yang berupa ,antara lain
  1. surat penyimpanan barang
  2. konosemen
  3. surat angkutan penumpang dan barang
  4. keterangan pemindahan yang dituliskan di atas dokumen sebagaimana dimaksud dalam nomor 1, 2, 3
  5. bukti pengiriman dan penerimaan uang
  6. surat pengiriman barang untuk dijual natas tanggungan pengurim
  7. surat surat lainya yang dapat disamakan dengan surat surat tersebut di atas
  8. segala bentuk izasah yang termasuk dalam pengertian ini adalah surat tanda tamat belajr ,tanda lulus ,surat keterangan telah mengikuti suatu pendidikan,latihan ,kursus dan penataran.
  9. tanda terima gaji ,uang tunjangan dan pembayaran lainya yang ada kaitanya dengan hubungan kerja serta surat menyurat di serahkan untuk mendaatkan pembayaran itu
  10. Tanda bukti penerimaan uang Negara dari kas Negara ,kas pemerintah daerah dan bank.
  11. kuitansi untuk semua jenis pajak dan penerimaan lainya yang dapat di samakan dengan itu dari kas Negara kas pemerintah daerah dan bank
  12. tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi
  13. dokumen yang menyebutkan tabungan , pembayaran uang tabungn kepada penabung oleh bank koprasi dan badan badan usaha lainya yang bergerak di bidang tersebut
  14. surat gadai yan diberikan olej perum pengadaian
  15. tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek ,dengan nama dan dalam bentuk apapunsaat terutang
  16. dokumen yan dibuat oleh lebih dari satu pihak,adalah pada saat dokumen itu di serahkan dan diterima oleh pihak untuk siapa saja dokumen itu dibuat jadi bukan pada saat di tanda tangani.
  17. dokumen yng di buat oleh lebih dari satu pihak adalah pada saat dokumenitu telah selesai dibuat yang di tutup dengan penumbuhan tanda tangan dari bersangkutan
dokumen yang dibuat dari luar negri adalah pada saat di gunakan di Indonesia bea materai yang terutang dilunasi dengan cara pemeterian kemudian

Pihak yang terutang bea materai
Pihak yang terutang bea materai adalah pihak yang mendapat manfaat dari dokumen ,kecuali pihak pihak yang bersangkutan menentukan lain.

Cara pelunasan Bea Materai
Cara penggunaan benda materai
  • materai tempel
  1. materai tempel direkatkan seluruhnya dengan utuh dan tidak rusak di atas dokumen yang dikenakan bea materai.
  2. materai temple direkatkan ditempat dimana tanda tangan akan dibubuhkan. 
  3. pembubuhan tanda tangan disertai tanda tangan dengan tanggal, bulan dan tahun lakukan dengan menggunakan tinta atau yang sejenisnya, sebagian tanda tangan berada di atas materai dan sebagian lagi di atas kertas dokumen.
  • kertas materai
  1. dokumen ditulis diatas kertas materai .jika isi dokumen terlalu panjang untuk dimuat seluruhnya di atas kertas materai yang di gunakan maka untuk bagian isi yang masih tertinggal dapat di gunakan kertas tidak ber materai
  2. kertas materi yang sudah digunakan ,tidak boleh di gunakan lagi
Pemeteraian Kemudian
Pemeteraian Kemudian adalah suatu cara pelunasaan bea materai dilakukan oleh pejabat pos atas permintaan pemegang dokumen yang bea materainya belum dilunasi sebagaimana mestinya. Pemeteraian Kemudian dilakukan yaitu dokumen yang semula tidak terutang bea materai nya tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinyadokumen yang dibuat di luar negri.

Sanksi Sanksi

Sanksi administarasi
Apabila dokumen tidak atau kurang dilunasi bea materai sebagaimana mestinya maka akan di kenakan denda administrasi sebesar 200% dari bea materi yang tidak atau kurang bayar..
  1. Ketentuan khusus pejabat pemerintah ,hakim panitera jusita ,notaris,dan pejabat umum lainya dalam tugas jawaban tidak di benarkan :menerima ,mempertibangkan atau menyimpan dokumen yang bea masuk materainya tidak atau kurang bayar
  2. melekatkan dokumen yang bea materinya tidak atau kurang di bayar pada dokumen lain yang berkaitan
  3. membuat salinan ,tembusan ,rangkap,atau petikan dari dokumen yang bea materai nya tidak atau kurang dibayar
  4. memberikan keterangan atau catatan pada dokumen yang bea materinya tidak atau kurang dibayar sesuai dengan tariff biayanya
Sanksi atas poin 1 ,sanksi administrasi sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku misalnya untuk berstatus pegawai negri sipil dapat di berlakukan dengan pp no 30 tahun 1980 ,antara lain :
  • peringatan ,teguran
  • penundan kenaikan gaji / pangkat
  • diberhentikan
Sanksi Pidana
  1. pemalsuan /peniruan materai temple ,kertas meterai dan tanda tangan yang perlu untuk mengsahkan materaidengan sengaja maupun dengan maksud untuk diedarkan atau memasukan ke Negara Indonesia meterai palsu ,yang di palsuikan atau yang di buat dengan melawan hak.
  2. dengan sengaja menggunakan menjual,menawarkan menyerahkan ,menyediakan untuk dijual atau dimasukan ke Negara Indonesia meterai yang mereknya ,capnya tanda tanganya tanda sahnya atau tanda waktunya mempergunakan telah dihilangan seolah olah meterai itu belum dipakai dan atau menyuruh orang lain menggunakan dengan melawan hak.
  3. dengan sengaja menyimpan bahan bahan yang dietahui saksi
  4. dengan sengaja menffunakan cara lain untuk pelunasan bea materai tanpa seijin menteri keuangan ,dipidana dengan pidana penjara selama lamanya 7 tahun.
Daluarsa
Daluarsa dari kewajiban memenuhi bea materai di tetapkan 5 tahun terhitung sejak dikeluarkan  tanggal dokumen dibuat dengan demikian perihal daluarsa sudah ada kepastian hukum.

Hal hal yang perlu diperhatikan
  • transaksi intern perusahaan tidak perlu memakai bea materai
  • kantor pusat dan cabang perusahaan merupakan badan yang berdiri sendiri sehingga transaksinya harus menggunakan bea materai.
  • yang menanggung bea materai apabila ada sesuatu di kemudian hari adalah pemegang dokumen .yang terutang bea materai adalah orang orang atau pihak pihak yang berkepentingan mendapatkan manfaat
  1. bea materai adalah pajak atas dokumen 
  2. bea adalah salahsatu jenis pajak
  • tanggal materai
  • tangal yang tercantum di materai lebih disahkan dibandingkan dengan tanggal dokumen
  • kurang diperhatikan masalah penggunaan yuridis dari si pemakai tetapi yang lebih diutamakan/penting adalah saat terutang pajak.
  • warna tinta yang di tulis pada materai tidak menjadi masalah .misal pencantuman tanggal pakai tinta biru tetapi tandatanganya pakai tinta hijau ini bolej,yang penting tinta tersebut masih merupakan tinta yang lazim biasa di pakai
  • tulisan pada dokumen tidak boleh di tipe ex kalau ada kesalahan ,maka lebih baik dicoret dan dituliskan yang benar
  • Kertas biasa yang dipakai untuk lembaran berikutnya tidak perlu pakai materai lagi karena masih merupakan satu kesatuan .ingat prinsip bahwa suatu dokumen hanya terutang satu bea meterai.

Related Posts:

0 Response to "PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB), BPHTB DAN BEA MATERAI"

Post a Comment